Herpes Virus

Pada akhir akhir ini banyak masyarakat yang resah akibat penyakit-penyakit pada hewan yang dapat menular ke manusia. Salah satu penyakit yang meresahkan tersebut adalah herpes. Selain masyarakat umum, banyak para dokter, dokter hewan ataupun ilmuwan yang mulai tertarik dengan keberadaan dari penyakit tersebut baik untuk kesehatan hewan ataupun manusia..
Herpes virus yang bersifat  zoonosis, dimana kasusnya pernah dilaporkan adalah herpes B virus. Herpes B virus adalah alpha herpes virus yang enzootic (endemik pada hewan) pada  Macaca mullata (rhesus) dan Macaca fascicularis (cynomolgus) dari genus macaque. Diantara herpesvirus pada primata, hanya herpes B virus yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Penyakit ini biasanya merusak Central Nervous System, terjadi pada manusia dan primata yang bukan hospes alami dari virus.

Kera macaque merupakan hospes alami dari herpes B virus. Pada kera, penyakit yang disebabkan oleh infeksi herpes B virus biasanya tidak terdeteksi, atau hanya menimbulkan gejala ringan (seperti ulcerasi pada mulut).
Infeksi herpes B virus beresiko pada pekerja-pekerja yang menangani kera. Kira-kira 40 orang yang terinfeksi herpes B virus telah dilaporkan, dan kasus kematian mencapai 70%. Oleh karena itu, program pencegahan yang sistematis diperlukan untuk menghilangkan penyebab, mengurangi penyebaran dan untuk mengobati infeksi awal.

ETIOLOGI DAN MORFOLOGI
Penyakit Herpes adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengan gejala bermacam-macam Pembagian keluarga menjadi subkeluarga didasarkan kepada sifat biologi; yang secara umum sejalan dengan system genom. Akan tetapi sejumlah besar herpesvirus belum dimasukkan ke dalam subkeluarga.
            Alfaherpesvirinae. Virus prototype dari subkeluarga ini adalah virus herpes simpleks tipe 1 dan virus varisela. Virus ini tumbuh dengan cepat dan menghancurkan sel yang terinfeksi, dan mereka menyebabkan infeksi laten terutama pada ganglion sel sensoris. Beberapa alfavirus mempunyai kisaran inang yang luas.
            Betaherpesvirinae. Sitomegalovirus tersendiri mempunyai kisaran inang yang terbatas. Siklus replikasinya lambat, dan kehancuran sel tidak terjadi sampai beberapa hari setelah infeksi. Virus dapat tetap laten pada kelenjar sekretori, jaringan limfoletikuler, ginjal dan jaringan lainnya.
Gamaherpesvirinae. Subkeluarga Gamaherpesvirinae diperikan sebagai virus Epstein-Barr. Anggotanya mempunyai kisaran inang yang sempit, dan bereplikasi dalam sel limfoid; beberapa juga menyebabkan infeksi membunuh sel pada sel epitel dan fibroblas. Virus laten seringkali diamati pada jaringan limfoid.m tergantung dari virus herpes tipe macam yang menyerang.
Sifat-sifat dari herpesvirus, antara lain :
w  Virion beramplop, berdiameter 120 – 200 nm (biasanya sekitar 150 nm), dengan beberapa peplomer berbeda dengan panjang sampai 8 nm pada amplop.
w  Kapsid ikosahedra dengan 162 kapsomer.
w    Genom dsDNA liniear, 120 – 240 kbp, nisbah G+C beragam dari 32% sampai 74%.
w  Bereplikasi dalam inti, dengan transkripsi dan translasi berturutan dari gen sangat dini (), dini (beta) dan akhir (gamma) yang masing-masing menghasilkan protein beta.
w     Menghasilkan benda inklusi dalm inti yang eosinofilik.
w  Replikasi DNA dan penanggalan kapsid (enkapsidasi) terjadi pada inti; amplop diperoleh melalui penguncupan melewati membran inti.
w  Menimbulkan infeksi laten, dengan pengeluaran virus menular secara ikutan atau sinambung.

PATOGENESIS

Herpesvirus secara bersama-sama atau sendirian merupakan pathogen yang seba bisa. Infeksi alfa herpesvirus yang menyeluruh, dicirikan oleh pusat nekrosis pada hampir setiap organ atau jaringan, dapat dilihat bila hewan berumur kurang dari 3 bulan terinfeksi tanpa mendapat perlindungan dari antibiotic induk. Pada hewan bunting, viremia terkait sel mononukleus dapat mengakibatkan perpindahan virus melalui plasenta, sehingga menyebabkan keguguran, lesi nekrotik terpusat ditemukan di seluruh tubuh janin. Betaherpesvirus berkaitan dengan penyakit pernafasan dan penyakit umum, sedang gamaherpesvirus dapat menyebabkan penyakit sistemik dan tumor.
Infeksi herpesvirus yang bersifat zoonosis yaitu infeksi herpes B virus. Infeksi kulit karena virus dari kera, sanggup menyebabkan ensefalitis yang fatal.
Herpes B virus pada primata
Cercopithecine herpesvirus 1 (Herpesvirus simiae atau B-virus) sering menginfeksi primata-primata dari genus macaca. Setidaknya 19 spesies dari macaque, rhesus, Japanese, cynomolgus, pig-tailed, and stump-tailed macaque adalah spesies-spesies yang paling sering digunakan dalam riset biomedis. Seperti herpesvirus simpleks (herpesvirus yang menginfeksi manusia), herpes B virus pada kera tergolongkan dengan lamanya infeksi dengan reaktivasi yang sebentar-sebentar dan pelepasan virus pada air liur atau sekresi genital, teutama pada periode-periode stress atau immunosupresion.
B-Virus in Humans
Herpes B virus pada manusia biasanya terjadi karena gigitan atau luka yang disebabkan oleh macaque. Masa inkubasi pada umumnya selama 2-5 minggu. Sebuah vesikel akan muncul di tempat masuknya infeksi, diikuti dengan limfadenitis. Ensefalitis terlihat dengan fokus nekrotik di viscera. Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau kontak fisik lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV akan mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai 6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel akan menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana virus akan menyebar ke saraf sensoris perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit yang lain.

GEJALA KLINIS
Pada kera, infeksi herpes B virus mengakibatkan lesi-lesi pada mulut, muka, bibir, dan atau genital. Lesi-lesi tersebut akan sembuh dengan sendirinya tapi kemungkinan akan muncul kembali secara sporadis.
            Pada manusia, herpes B virus menyebabkan encephalitis akut yang biasanya berakibat fatal. Gejala-gejalanya berupa demam, sakit kepala, nyeri pada otot, vertigo, nyeri abdomen, dan akhirnya paralisis flaksid yang berjalan dari bawah ke atas dan pada banyak kasus terjadi kematian dalam waktu 3 minggu.
Tanda-tanda infeksi herpes B Virus:
·         Tanda-tanda awal (3-7 hari) 
-          Lepuhan atau ulser pada tempat luka
-          Kesakitan hebat atau gatal pada luka yang pecah
-          Pembesaran limfonodus di area tersebut
·         Tanda-tanda lanjutan (8-14 hari)
-          Demam
-          Mari rasa pada luka yang pecah
-          Kelemahan otot atau kelumpuhan pada organ tubuh luar
-          Infeksi mata
-          Tersedak yang berkelanjutan
·         Manifestasi Akhir
-          Infeksi sinus 
-          Kekakuan leher
-          Pusing kepala tejadi lebih dari 24 jam
-          Nausea dan vomitus
-          Gangguan penglihatan, menelan, berjalan, atau tande-tanda gangguan CNS lainnya.
 
CARA DIAGNOSA
Pengembangan metode diagnosa yang mempunyai kemampuan membedakan herpes simpleks virus (HSV) dengan infeksi herpes B virus dibutuhkan pada reaksi silang dari alfa herpes virus primate. Test antibody dengan ELISA dan western blot, isolasi virus dengan kultur sel, dan test DNA virus dengan PCR adalah metode-metode yang paling sering digunakan sekarang.
Laboratorium :
Analisis CSS : Pada minggu pertama dapat normal, pleositosis mononuclear, peningkatan ringan protein, kadar glucose normal/menurun ringan, jumlah sel normal. Kultur CSS dapat dapat positif pada neonatus PCR : sensitive dan spesifik.
  • Radiologi : MRI : pilihan utama : lesi bermakna pada lobus temporalis bagian medial dan bagian inferior lobus frontalius.
  • EEG : cukup sensitive tapi tidak spesifik
  • Biopsi otak : pemeriksaan definitive untuk menegakkan diagnosis

PENULARAN
Penularan herpes Bvirus terjadi melalui gigitan kera, cakaran, atau kontak dengan jaringan tubuh, sel, arau cairan kera yang terinfeksi. Walaupun resiko tertinggi adalah mealui gigitan monyet terinfeksi dengan lesi aktif, pecahan mukus membran atau kulit yang terluka ke cairan atau jatingan yang sudah terinfeksi juga dapat menyebabkan infeksi. Kera yang tidak mempunyai lesi aktif juga dapat menularkan virus. Virus kemungkinan juga berada di kandang atau permukaan lainnya.



Pada manusia, virus B dapat menyebabkan infeksi yang menyebar yang mungkin mencapai puncak kematian pada enchepalitis. Kontak dengan air liur kera, jaringan atau cairan jaringan merupakan jalur umum transmisi virus B , telah dilporkan juga adanya kasus transmisi dari orang ke orang.  


PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Peralatan Perlindungan Diri
Badan Keamanan dan Kesehatan Lingkungan Dan Sumber Daya Hewan menganjurkan menggunakan peralatan pelindungan diri. Para pekerja yang kontak langsung dengan primata harus mengenakan peralatan sebagai berikut :
  1. Penutup kepala
  2. Masker dan kacamata pelindung.
  3. Pakaian operasi dengan bahan garmen dari kain yang tahan air
  4. Sarung tangan dan sepatu
PENCEGAHAN :
Penyakit ini ditularkan melalui kontak langsung dari penderita melalui kulit dan mukosa (selaput lendir), oleh karena itu hindari atau jauhi penderita. Seperti diketahui, umumnya penularannya melalui kulit, selaput lendir mata, mulut dan genital. Vaksinasi belum menunjukkan hasil yang memuaskan tapi sekarang sedang terus dikembangkan vaksin baru, mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama sudah dapat diproduksi vaksin baru.

PENGOBATAN :
Cara pengobatan semua jenis herpes mirip, yaitu dengan memberikan obat antiviral. Obat antiviral bertujuan memperpendek rasa sakit. Bersama obat antiviral, penderita akan mendapat obat anti-nyeri dan panas, serta obat-obatan luar seperti bedak salisil dan salep, juga zat pendukung seperti vitamin. Obat-obatan antiviral yang umum diberikan untuk penyakit herpes adalah: Acyclovir, Famciclovir dan Valacyclovir.  Acylovir 10 mg/kg/8 jam diberikan dengan drip selama 1 jam selama 10 hari. Selain itu  untuk mempercepat kesembuhan penderita herpes biasanya diperintahkan untuk istirahat. Istirahat perlu agar tubuh membentuk antibodi untuk melawan virus herpes tersebut.
Obat lain yang dipakai coumarin telah ditemukan dapat menstimulasi makrofag, yang dapat memiliki efek negatif tidak langsung pada infeksi. Lebih spesifik, coumarin telah digunakan untuk mencegah infeksi oleh HSV-1 pada manusia. Asam hidroksisinnamat yang berhubungan dengan coumarin terlihat memiliki efek inhibtori terhadap bakteri gram positif. Fitoaleksin yang merupakan derivatif terhidroksilasi dari coumarin telah diproduksi dalam wortel sebagai respons terhadap infeksi fungsi, dan ia dapat diasumsikan memiliki aktivitas antifungsi.
Pengobatan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
  1. Pengobatan simtomatik yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan seperti panas, gelisah, gatal.
  2. Pengobatan suportif yaitu untuk menyokong atau membantu, seperti pemberian cairan infus, makanan per sonde dan vitamin.
  3. Pengobatan etiologik yaitu untuk membunuh virusnya. Bisa dengan memberi obat topical berupa zalf (salep). Misalnya yang mengandung asiklovir dapat memengaruhi periode pelepasan virus.
  4. Obat per oral (melalui mulut) bisa diberikan asiklovir sehari dua kali.
  5. Untuk kasus yang berat diberikan asiklovir langsung melalui darah (intravena).

Herpes tidak dapat disembuhkan
Penyakit herpes tidak dapat disembuhkan, virus herpes hanya ditekan oleh pengobatan sehingga menjadi tidak aktif dan membentuk semacam kristal di tubuh, menunggu kesempatan untuk muncul lagi. Infeksi herpes dapat kambuh lagi jika ada suatu faktor pencetus (trigger faktor). Infeksi herpes kambuhan ini tidak separah infeksi herpes pertama, karena pada tubuh si penderita sudah terdapat antibodi. 


daftar pustaka : ada pada penulis

1. Pencegahan Newcastle Disease (masa lalu, sekarang, dan masa depan)
2. Newcastle Disease
3. Avian Influenza
4. Fowl Thypoid
5. Efek Temperatur Tinggi pada Performa Unggas