Enteritis Pada Hewan

Radang usus yang bersifat akut maupun kronis dapat mengakibatkan peningkatan peristaltik usus, kenaikan jumlah sekresi kelenjar pencernaan serta penurunan proses penyerapan cairan maupun sari-sari makanan yang terlarut di dalamnya. Radang usus primer maupun sekunder ditandai dengan menurunnya nafsu makan, menurunnya kondisi tubuh, dehidrasi dan diare. Perasaan sakit karena adanya radang usus bersifat bervariasi, tergantung pada jenis hewan yang menderita serta derajat keradangan yang dideritanya (Subronto, 1995). Radang ini dicirikan dengan kehilangan perakut gerakan mukosal intestinal dengan perpindahan secara cepat dari darah, cairan dan elektrolit ke lumen usus. Dehidrasi dan shock hipovolemik terjadi secara cepat. Translokasi dari bakteri atau toksin bakteri akanmenyebabkan kerusakan mukosa intestinum dan mengakibatkan shock septik atau shock endotoksik. Elektrolit, terutama Natrium dan Kalium ikut hilang
bersama dengan hilangnya cairan tubuh. Terganggunya keseimbangan elektrolit dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi yang bisa berakibat fatal, apalagi dalam keadaan sakit yang berat, baik pada hewan dewasa maupun muda (Nugroho dan Whendarto, 1998).

Radang usus dapart dibedakan oleh berbagai agen etiologik, baik yang bekerja secara terpisah atau secara bersama-sama (Subronto, 1995). Enteritis dapat disebabkan oleh agen infeksius (bakteri, virus), diet makanan yang buruk, perubahan diet pakan mendadak, bahan kimia (fenol, arsen, thalium , phosphor) dan parasit (Nelson dan Couto, 2003)

Rasa sakit ditandai dengan kegelisahan. Diare merupaka gejala yang selalu dijumpai dalam
radang usus. Tinja yang cair dengan bau yang tajam mungkin bercampur dengan darah, lendir atau reruntuhan jaringan usus. Pada radang yang kronik, terjadi kekurusan dengan tinja yang bersifat cair, berisi darah, lendir atau reruntuhan jaringan yang jumlahnya mencolok. Akibat kehilangan cairan yang berlebihan, penderita akan mengalami dehidrasi yang mencolok. Radang usus akut selalu disertai dengan oligo uria atau anuria, dan disertai dengan menurunnya nafsu makan, anoreksia total maupun parsial. Pada radang kronik biasanya nafsu makan tidak mengalami perubahan (Subronto, 1995). Tanda lain seperti diare disertai atau tanpa muntah, demam, anoreksia, depresi dan sakit pada abdomen (Nelson dan Couto., 2003).

Rasa nyeri pada radang akut akan mengakibatkan rangsangan pada ujung-ujung syaraf sensoris yang selanjutnya akan meningkatkan frekuensi dan intensitas peristaltik usus, kesempatan penyerapan usus berkurang. Sel-sel selaput lendir usus banyak mengalami kematian dan kelenjar pencernaan lebih meningkatkan sekresi getah pencernaan. Jumlah air yang tidak diserap jadi lebih banyak sehingga konsistensi tinja jadi lebih encer dan pasasinya melebihi normal.