Anemia


Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin menurun sehingga tubuh akan mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah berkurang (Supandiman, 1994). Anemia adalah penurunan jumlah eritrosit, Hb, atau keduanya dalam sirkulasi darah. (Hariono, 1993). Sedangkan menurut Nelson, 2003 anemia adalah penurunan sel darah merah (RBC) dan secara terminologi, anemia didefinisikan sebagai penurunan packed cell volume ( PCV), konsentrasi hemoglobin (Hb), atau penurunan sel darah merah terhadap nilai RBC normal masing-masing spesies. Anemia bukan merupakan diagnosa akhir dari sesuatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu gejala dari sesuatu penyakit dasar misalnya: anemia defisiensi besi selalu terjadi akibat dari perdarahan kronis apakah itu disebabkan karsinoma colon atau ankilostomiasis dan lain-lain. Hal ini harus selalu diingat, oleh karenanya apabila kita telah menentukan adanya anemia maka menjadi kewajiban kita selanjutnya menentukan etiologi dari anemianya (Supandiman, 1994).

Penyebab anemia dibagi menjadi tiga kategori umum: anemia karena perdarahan ( blood loss anemia), hemolisis, dan penurunan produksi sel darah merah ( Raskin, ). Namun ada yang menyebutkan etiologi anemia meliputi empat kategori, yaitu: perdarahan (blood loss), peningkatan destruksi eritrosit atau penurunan lifespan eritrosit, depresi sumsum tulang, dan defisiensi nutrisi (Hariono, 1993). Sangat baik untuk menentukan penyebab dari anemia sebelum memberikan terapi atau perawatan suportif. Sejarah penyakit yang lengkap dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui penyebabnya, mungkin karena trauma setelah operasi, kehilangan darah dalam jumlah yang sangat banyak, pengaruh obat atau toksin, kejadian bersamaan dengan penyakit lain, atau bisa jadi akibat dari suatu penyakit yang sudah berlangsung lama (Raskin, ).


Manifestasi gejala dan keluhan anemia tergantung dari beberapa factor:
  1. Penurunan kapasitas daya angkut oksigen dari darah serta kecepatan dari penurunannya.
  2. Derajat serta kecepatan perubahan dari volume darah.
  3. Penyakit dasar penyebab anemianya, dan
  4. Kapasitas kompensasi sistem kardiopulmonal.

Oleh karena itu rendahnya kadar hemoglobin dari seorang penderita anemia bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan ada atau tidak adanya keluhan dan gejala anemia. Jadi apabila kadar hemoglobin cukup rendah akan tetapi tidak ada penyakit lain dari sistem kardiopulmonal maka biasanya tidak akan ada keluhan akan tetapi apabila ada kelainan koroner maka akan timbul keluhan angina pectoris akibat hipoksianya.

Apabila turunnya kadar hemoglobin terjadi secara cepat seperti yang terjadi akibat suatu perdarahan mendadak, keluhan bisa terjadi mendadak berupa suatu renjatan apabila perdarahannya massif, atau hanya berupa hipotensi bahkan bisa tanpa gejala tergantung berat-ringannya perdarahan yang terjadi (Supandiman, 2004).

Tipe anemia dibagi menjadi dua:


1. Anemia regeneratif
Dugaan ini ke arah adanya perdarahan atau destruksi eritrosit, jika cukup waktu untuk respon regeneratif (2-3 hari) . Pemeriksaan susmsum tulang jarang dilakukan, biasanya adanya erythropoietic hyperplasia. Respon regeneratif pada saat proses kesembuhan dari anemia non regeneratif dapat dilihat pada pemeriksaan hemogram secara serial/berturutan.


2. Anemia nonregeneratif
Dugaan terhadap gangguan sumsum tulang. Pemeriksaan sumsum tulang diwajibkan untuk menguatkan diagnosa dan untuk klasifikasi anemianya. Pada perdarahan akut/perakut atau kasus hemolisis pada hewan yang mengalami gangguan sumsum tulang, tanda-tanda nonregeneratif terlihat setelah 2-3 hari kemudian.

 
 Indeks eritrosit digunakan untuk membantu diagnosis anemia. Untuk perhitungan indeks eritrosit diperlukan data hematokrit, jumlah eritrosit dan kadar Hb. Indeks eritrosit yang dipakai sebagai parameter adalah: MCV (Mean Corpuscular Volume atau isi eritrosit rata-rata), MCH ( Mean Corpuscular Haemoglobin atau Kandungan Haemoglobin Eritrosit Rata-rata), MCHC ( Mean Corpuscular Haemoglobin Consentration atau kandungan haemoglobin rata-rata). Klasifikasi anemia, secara morfologik dibutuhkan penghitungan MCV, MCH, MCHC.

Pasien yang mengalami anemia biasanya akan menunjukkan gejala-gejala lethargy, kelemahan, anoreksia, heart murmur, dyspnea, membrana mukosa menjadi pucat atau ikterus (Raskin, ), penurunan hampir seluruh aktivitas. Gejala klinis tersebut merupakan gejala akut, kronis maupun keduanya (Nelson, 2003). Kadang-kadang anemia ditemukan saat pemeriksaan darah rutin sebagai kelengkapan procedural sebelum melakukan operasi atau pembedahan meskipun secara klinis hewan tampak normal. Kucing, sering mengalami anemia moderat yang tidak tampak dalam waktu yang lama. Splenomegaly sering disertai gejala anemia sebagai sebuah respon untuk meningkatkan hemolisis ekstravaskuler atau hemetopoiesis extramedullar (Raskin, ).

Yang penting dalam menentukan morfologi dari anemia adalah pemeriksaan sediaan hapus tepi. Pemeriksaan ini tentu memerlukan pengalaman dalam mengevaluasi morfologi eritrosit dalam darah tepi. Pemeriksaan penunjang lain seperti analisis urine, pemeriksaan feses, dan pemeriksaan biokimia lain penting dalam membantu menegakkan diagnosa etiologi dari anemianya (Supandiman, 1994)

Terapi tentu harus ditujukan terhadap etiologi dari penyakitnya. Kemudian baru diberikan preparat Fe secara adekwat. Jadi, pada umumnya terapi akan diberikan terhadap etiologi dari anemianya (Supandiman, 1994). Preparat yang biasa diberikan secara peroral antara lain: garam Fe, sebagai contoh adalah garam Fe bivalen yang mudah diserap di lingkungan saluran gastrointestinal. Garam Fe bivalen ini mengandung sulfat (20%), gluconat (12%), fumarat ( 33%). Pemberian preparat Fe secara parenteral disarankan jika pemberian secara peroral kurang efektif. Yaitu dengan injeksi preparat Iron dextran IM. Pemberian secara parenteral ini dilakukan jika terdapat gangguan pada saluran gastrointestinal, sehingga akan mengganggu absorbsi obat (Boothe, 2001).