Mengenal Kortikosteroid

Ada dua macam kortikosteroid hasil sintesa kolesterol oleh korteks adrenal  : glukokortikoid dan mineralokorktikoid.

MINERALOKORTIKOID lebih memegang peran penting dalam menjaga homeostasis elektrolit, sedangkan GLUKOKORTIKOID berperan dalam metabolisme lemak, karbohidrat dan protein ; respon immunitas ; dan juga respon terhadap stres. Namun demikian GLUKOKORTIKOID juga memiliki beberapa aktivitas yang hampir mirip dengan MINERALOKORTIKOID sehingga juga mempengaruhi pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kortikosteroid adalah obat anti radang yang paling banyak digunakan. Walaupun efek psikologis dan farmakologis dari obat ini luas, namun potensial kesalahannya sedikit. Ketika kortikosteroid memiliki efek yang sangat bagus dalam mencegah terjadinya radang, di sisi yang lain, secara alami obat ini juga berakibat depresi terhadap sistem immun di dalam tubuh dan konsekuensi terkait yang lainnya.

Struktur rantai kimia corticosteroid tersusun atas 21 mata rantai karbon yang mirip dengan struktur kortisol. Perubahan/modifikasi pada rantai kimia ini akan mengakibatkan perubahan efek anti inflamasi dan efek metabolik, dan variasi dari waktu paro aktifitas obat, serta perubahan pada kekuatan affinitas terhadap perlekatan senyawa yang di hasilkan. Kenyataan ini memberikan kemungkinan untuk mengembangkan obat-obatan kortikosteroid menjadi obat-obatan yang memiliki efek glukokortikoid yang tinggi, namun demikian, perubahan yang terjadi berakibat pada penurunan efek mineralokortikoid dari obat tersebut. Obat golongan kortikosteroid di bedakan berdasarkan potensi aktifitas glukokortikoid dan mineralokortikoidnya, ditambah lagi dengan waktu paruh dari efek biologis yang dihasilkan obat tersebut. Pada umumnya obat dengan aktifitas GLUKOKORTIKOID yang meningkat akan memiliki aktifitas supressor yang poten pula, dan berakibat mengganggu sistem axis hipotalamus-pituitary-adrenal (HPAA = hypotalamus pituitary adrenal axis).

MOA (Mode Of Action)
Dalam bekerja, glukokortikoid terlebih dulu akan berikatan dengan protein reseptor yang ada di dalam  sitoplasma, yang mana ikatan tersebut di perkuat dengan ligan steroid. Komplek ikatan ini akan melekat pada sequence DNA tertentu yang berakibat pada ekspresi tertentu yang meningkat dari kode DNA terkait.  Komplek ikatan ini bisa jadi akan menginduksi mRNA untuk mensintesa protein baru. Beberapa protein, termasuk lipocortin, suatu protein yang menghambat PLA2a , yang kemudian berakibat pada hambatan terhaxap sintesa prostaglandin, leukotrien, dan PAF. Glukokortikoid juga akan menghambat produksi beberapa mediator lainnya, seperti COX, Cytokin, Interleukin, molekul perlekatan dan enzim enzim seperti collagenase.

EFEK FISIOLOGIS DAN FARMAKOLOGIS
Pada daerah perifer dan pada organ liver, Glukokortikoid memiliki peranan yang penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Pada daerah perifer, Glukokortikoid akan menstimulasi lipolisis dan proteolisis yang mebebaskan glycerol dan asam amino yang berperan sebagai substrat dalam proses glukoneogenesis. Sehingga, pemakaian Glukokortikoid dalam waktu yang lama akan berakibat pada kelemahan dan redistribusi lemak pada tubuh hewan yang di kenal sebagai hiperadrenocortisismus. Pada hepar, glukokortikoid akan menstimulasi proses glukoneogenesis dan meningkatkan pembentukan dan penyimpanan glicogen pada hepar. Dipercayai bahwa proses glukoneogenesis di stimulasi melalui transkripsi oleh enzym, seperti glucose-6 phosphatase dan phospoenolpyruvate carboxykinase. Glukokortikoid mengakibatkan terjadinya penurunan uptake glikosa oleh jaringan, bahkan termasuk jaringan adiposum sehingga akan terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah yang akan di respon oleh tubuh dengan kompensasi produksi insulin. Namun demikian, akan menginhibisi efek dari insulin yang mensupresi glukoneogenesis,  sehingga kadar glukosa pada daerah perifer akan tetap bertahan dalam keadaan tinggi yang berkopntribusi pada keadaan hyperglichemia.

Walaupun glukokortikoid tidak memiliki efek yang se-poten mineralokortikoid aldosteron, namun demikian efek dari aktivitasnya di organ ginjal akan mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit. Glukokortikoid akan menginhibisi sekresi hormon ADH dan menurunkan sensitivitas organ ginjal terhadap hormon ADH sehingga akan terjadi  polyuria/polidipsia. Glukokortikoid,pada ginjal,  akan meningkatkan ekskresi potasium dan menurunkan retensi sodium. Glukokortikoid akan meningkatkan ekskresi potassium dan retensi sodium  oleh ginjal. Glukokortikoid akan meningkatkan ekskresi kalsium pada ginjal dan menurunkan absorpsi kalsium oleh usus, sehingga akan terjadi pengurangan cadangan kalsium. Gluokortikoid juga akan menghambat aktifitas osteoblast,  meningkatkan sekresi hormon parathyroid, yang akan berpengaruh pada proses penyembuhan pada tulang yang memerlukan proses perbaikan.

Beberapa mekanisme yang dimiliki oleh glukokortikoid bertanggung jawab pada aktifitas antiradang dan aktifitas immunosuppresif . Pada keadaan tubuh homestasis, glukortikoid akan membantu menjaga permeabilitas normal pembuluh darah dan sirkulasi mikro, dan juga membantu menstabilkan membran sel dan lisosom. Pada keadaan radang jaringan yang akut, glukokortikoid akan menurunkan permeabilitas vasa dan menghambat migrasi PMN limposit (Polymorphonuclear) menuju jaringan yang mengalami radang. Glukokortikoid akan menekan respon immun yang di perantarai oleh cell ( CMI = cell mediated immunity ), dengan menginduksi apoptosis limphosit dan menginhibisi expansi klonal dari sel limphosit B dan T, serta dengan mengurangi jumlah basophil, eosinophil dan monosit pada sirkulasi . Kebalikan dari itu, Glukokortikoid akan menginbihisi marginasi neutropil, dan meningkatkan pelepasan neitropil dewasa dari sunsum tulang. Jaringan yang meradang, fagositosis dan produksi radikal bebas oksigen yang bersifat racun akan di inhibisi oleh macrofag dan monosit. Pada stadium radang yang lebih lanjut, glukokortikoid akan menghambat aktifitas fibroblas, mengurangi fibrosis, dan pembentukan jaringan baru. Sehingga, kalau kita lihat dari sisi ini, akan menurunkan tingkat kecepatan penyembuhan luka (radang).

Glukokortikoid akan merangsang sintesa dan pelepasan beberapa mediator radang seperti prostaglandin, leukotrien, histamin, cytokin, komplemen, dan PAF, serta mencegah produksi NO synthase dan juga produksi enzym-enzym chondrodestructive seperti collagenase

Efek glukokortikoid juga berimbas pada sistem hormon yang lain. Pada saat ini, glukokortikoid anti radang yang di gunakan akan bekerja dengan menginhibisi HPAA yang bisa memiliki efek samping yang fatal

ADMINISTRASI DAN FARMAKOKINETIK
Formulasi obat steroid pada saat ini tersedia untuk pemberian secara oral, parenteral, maupun topical. Banyak diantaranya, termasuk prednison, prednisolon dan methyl prednisolone, maupun dexamethasone akan terabsorpsi dengan baik ketika di berikan secara per-oral dan kadanag menjadi alternatif terbaik ketika diperlukan penggunaan obat anti radang untuk kurun waktu satu sampai dengan beberapa minggu. Beberapa sediaan lain juga ada untuk penggunaan secara parenteral. Misalkan sodium phosphat atau garam suksinat yang sangat larut dalam air dan memiliki waktu onset yang sangat cepat ketika di berikan secara intravena, yang sering digunakan sebagai shock therapy. Sediaan bentuk inject, misal yang dalam bentuk ester, yaitu methilprednisolone acetat dan triamchinolone asetonit, memiliki tingkat solubilitas air yang sangat rendah. Pembebasan glukokortikoid dari preparat ini sangat lambat dan mungkin baru bisa menunjukkan efek anti radangnya dengan tetap berefek pada HPAA, dalam jangka waktu beberapa minggu. Preparat glukokortikoid tersedia dalam bentuk topikal atau intra lesi yang bisa sangat berguna untuk pengobatan terhadap radang yang terjadi pada daerah kulit, mata, atau kuping. Walaupun masih sangat kontroversial, namun sudah dilakukan, yaitu pengobatan menggunakan glukokortikoid pada daerah intra articular, baik pada manusia ataupun pada hewan, terutama kuda untuk mengatasi kesakitan pada sendi . Glukokortikoid di serap secara sistemik dari tempat pemberian dalam jumlah yang cukup untuk dapat menekan HPAA.

Setelah di absorpsi, cortisol (atau sintesisnya yang analog) akan berikatan secara reversible dengan plasma protein, terutama glukokortikoid akan berikatan dengan albumin dan globulin. Hanya bagian yang tidak berikatan yang bisa menunjukkan efek phisiologis dan farmakologis. Pada konsentrasi steroid yang sangat tinggi, kapasitas ikat protein akan terlampaui. Pada umumnya glukokortikoid di metabolisasi di hepar, dimana mereka akan direduksi dan di konjugasikan , membentuk suatu derivatif inaktif yang larut dalam air yang kemudian dibuang melalui ginjal.

EFEK SAMPING
Efek samping yang toksik biasanya terjadi karena pengobatan dalam jangka waktu yang sangat lama dan dalam dosis yang berlebih untuk mengobati radang atau gangguan immunology. Dalam hal ini, pemakaian dalam waktu yang lama akan berakibat pada iatrogenic  cushing sindrome, dengan gejala poliuria, polidipsia, alopesia simetris bilateral, peningkatan ketahan terhadap infeksi, myopaty perifer, atropi otot, dan juga redistribusi lemak tubuh. Efek glukoneogenic dan "insulin antagonistik" bisa jadi akan mempercepat onset diabetes  mellitus atau menambah parah penyakit diabetes mellitus yang sudah ada. Supresi dalam jangka waktu yang lama terhadap HPPA akan menyebabkan atropy gld adrenal dan iatrogenic hyperadrenocortisismus sekunder. Pada hewan yang telah diobati dengan glukokortikoid dalam jangka waktu yang lama, apabila di pengobatan di hentikan dengan tiba tiba, maka hewan akan menunjukkan gejala yang mirip dengan syndrome addison yang di tandai dengan lethargy, lemah, muntah dan dibarengi dengan diare. Pada beberapa kasus bisa berakibat pada shock dan kematian.

Glukokortikoid akan menginduksi terjadi akumulasi glikogen pada hepatosit yang berakibat pada hepato megali atau hepatopathy dan menstimulasi isoenzyme steroid spesific dari alkaline phosphatase. Pergantian sel usus yang terjadi secara lambat, ditambah dengan inhibisi hormon protektive prostaglandin, yang dilakukan oleh glukokortikoid, akan berakibat pada ulserasi saluran cerna. Terlebih lagi, glukokortikoid juga meningkatkan efek ulcerogenis dari NSAID. Glukokortikoid akan menurunkan sintesa kolagen dan berakibat pada keadaan kulit yang tebal dan pecah pecah.